Jam berapa ini? Hmmm… tidur lima menit
lagi gak bakalan bikin gue terlambat. Eh…, kayanya lima menit gak cukup. Gue
masih ngantuk. Lima belas menit lagi, lah. Iya, lima belas menit lagi. Gue
janji gue bakal bangun lima belas menit lagi.
……………….
……………….
……………….
*29
menit kemudian*
‘AAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!!!!!!
DIMANA REMBULAN? DIMANA BINTANG-BINTANG? DIMANA AKUUUU?’
……………….
……………….
……………….
Hari
ini, Senin tanggal 27 Januari, 2014. Seperti biasanya, gue bangun dengan posisi
jauh dari tempat tidur. Kira-kira sekitar lima meter jaraknya. Entah apa yang
gue impikan semalam? Bisa jadi gue mimpi jadi korban ledakan bom nuklir yang
terlempar jauh ratusan kilometer. Atau memang gue yang biasa tidur motah
sampe-sampe breakdance pas gue lagi
tidur.
Sial,
kali ini gue bangun telat lagi. Padahal gue udah lakuin semua siasat bodoh yang biasa
orang-orang pake. Kaya lebihin jam dinding lima belas menit, nyimpen alarm
deket kuping bahkan sampai nempelin
poster Megan Fox di dinding dengan menuliskan sedikit slogan di bawahnya, ‘Ayo,
kamu pasti bisa bangun pagi :*’
Ternyata
semua itu sia-sia. Kutukan tidur nyenyak di Senin pagi ini selalu datang. Semua
obat udah gue minum. Dari Sakatonic ABC sampai Laserine Madu gak ada yang bisa
hentiin kutukan ini. Bahkan karena gue frustasi harus terlambat terus datang ke
sekolah, gue warnain semua tanggal di kalender pake spidol merah.
Tapi
percuma mengeluh, gue masihlah anak ingusan yang belum bisa cari duit sendiri.
Hanya dengan sekolah gue bisa dapet duit. Eh kenalin dulu, nama gue Faza.
Meskipun gue terlahir… maaf… pintar, gue masih aja dipaksa sekolah. Padahal
waktu lahir gue jenius banget, gue bisa merakit robot yang lebih kuat dari pada
robot-robot di film Transformers. Tapi karena gue gak mau dianggep anak setan,
gue pendem dulu bakat gue.
Hingga suatu hari, otak
gue harus terluka dan mengalami pendarahan dalam ketika Aljabar, Logaritma,
Trigonometri, Impuls, Hukum Newton dan kawan-kawannya menyerang. Bisa
dikatakan, mereka adalah gangster terganas
abad ini. Hal itu membuat gue kehilangan
semua kepintaran gue. Hanya tersisa ingatan-ingatan bodoh seperti bagaimana
cara bilang ‘MAMAH’ dan bagaimana cara membuang air yang normal. Sudahlah, gue udah telat tujuh menit. Belum
ditambah waktu buat manasin motor, kira-kira empat menitan. Jadi totalnya
sebelas menit. Liat, kurang pinter apa gue?
Nah,
anggap aja gue udah mandi. Sekarang ayo kita berangkat!
Brrrrmmmm……..
Brmmmmm……..
Cekiiiiiiiiiiiiit……..
Sekarang
kita udah sampai. Sampai di tempat pemberhentian angkot favorit gue. Iya, gue
cuman diizinin bawa motor sampai sini. Sisanya gue harus naek angkot. Bukan
karena orang tua gue yang pelit, tapi karena gue pernah jatuh waktu mencoba nyalip tukang beca yang kebelet pipis.
Gila, ngebut banget tuh beca!
Lupakan
soal beca, sekarang kita harus milih angkot yang pas dengan kondisi gue saat
ini. Jangan yang kosong. Kenapa? Karena angkot yang kosong memiliki peluang
yang tinggi untuk ngetem (diam menunggu
penumpang.) Bisa-bisa gue nyampenya besok. Yang penuh juga gak boleh. Kenapa?
Satu alasannya, gue mau duduk dimana kalau penuh? Masa dipangkuan pak supir?
Jujur aja gue belum siap duduk dipangkuannya yang hangat. Jadi pilih aja angkot
yang aga penuh, kira-kira diisi oleh lima orang. Biar gue punya space buat ngerjain PR yang belum beres
semalem.
Akhirnya
gue udah sampai. Dan seperti hari-hari sebelumnya, gerbang sekolah selalu
tertutup untuk gue. Mungkin gerbang ini gak mau gue ikutan nyia-nyiain waktu gue duduk manis menunggu
nilai turun. Tapi apa boleh buat, ijazah yang membuat gue harus tetap sekolah.
Walaupun sebenernya gue bisa langsung kerja, jadi wartawan. Iya wartawan warung
yang suka nanya, “Mau beli apa bu?”
Tidak
ada pilihan lain. Panjat gerbangnya atau robohkan! Meskipun harus terluka, ini
semua demi ilmu! Harus semangat, jangan
menyerah! Nah, cukup baca puisinya, sekarang kita minta satpam bukain
gerbangnya.
*CEKREK*
suara kunci gembok gerbang dibuka.
*SERRRRR*
pintu gerbang digeser.
Akhirnya
gue bisa masuk juga. Untung satpam di sekolah gue sukanya rokok murahan, jadi
agak gampang nyogok buat buka gerbangnya. Sisa satu rokok dan yang ini buat
ngadepin guru tatib yang sosoan galak tapi langsung tobat dan menangis
tersedu-sedu kalau liat kecoa.
Namanaya
Pak Nandang. Dengan bermodalkan kepala botak dan kumis Hitler dia menindas para
siswa yang datang terlambat. Hal-hal yang melecehkan harga diri siswa ia
lakukan, seperti menyuruh siswa joget ditiang bendera, melemparkan koin ke
tumpukan sampah kemudian menyuruh siswa mencarinya bahkan menyuruh siswa sarapan
bubur….. yang tidak diberi bumbu. Dan
satu hal yang paling melecehkan semua harga diri siswa yaitu, menyuruh siswa
berteriak “AKU CINTA PRODUK-PRODUK INDONESIA” kemudian merekamnya dan
menguploadnya ke soundcloud.
Dia
semakin mendekat. Bau badannya sudah tercium. Sial, gue masih gendong tas. Gue
harus cepet-cepet lepas tas gue biar gue ga disangka telat. Tapi….
“FAZA!!!
KAMU TELAT LAGI?!” Teriak Pak Nandang.
“Ah,
engga kok Pak!” Jawab gue.
“TERUS
KENAPA BAWA-BAWA TAS?! MAU BOHONGIN BAPAK YA?!” Bentak Pak Nandang.
“Sekarang
lagi rawan pencurian, Pak! Kemarin aja si Joni yang asalnya di kelas tiba-tiba
ilang!”
“KAMU
PIKIR BAPA BODOH?!” Tanya Pak Nandang
“Mmm… sedikit, sih,
pak!” Jawab Gue sejujurnya.
“KAMU YANG BODOH!! YANG
KEMARIN ILANG KAN SI DONI, BUKAN JONI!!”
“HAH?!”
Guru macam apa ini? “Oh iii.yya… pak! Maaf saya,lupa”
Hari
itu, jam itu, menit itu dan detik itu juga gue nyesel udah masuk sekolah ini.
Baru pertama gue liat guru botak sebodoh ini. Biasanya kan yang botak banyak
mikir. Tapi tak apalah yang penting gue lolos. Pak Nandang pun menyuruh gue
menitipkan tas gue padanya kemudian menyuruh gue ikut upacara. Gue pun berlari
bahagia ke tengah lapangan. Namun, tiba-tiba terdengar suara.
“Penghormatan
kepada pemimpin upacara”
Dan
serentak semua orang hormat ke gue. Dengan bangga gue menerima penghormatan
mereka dan berkata, “Tenang, semuanya kebagian BLT!! Sekolah gratis 12 tahun
dan UN ditiadakan.” Gue ngomong kaya orang lagi kampanye.
Semua
orang berteriak. Mereka sepertinya semangat setelah mendengar orasi gue. Tapi
sepertinya, bukan itu yang membuat mereka berteriak. Mereka berteriak sambil
ngetawain gue. Gue heran, apa yang salah sama gue? Perasaan, gue baik-baik aja.
Setelah
18 menit lebih 33 detik berpikir, akhirnya gue sadar. Ternyata yang membuat
orang-orang ngetawain gue adalah. Seleting celana gue yang masih ngebuka. Tapi,
tiba-tiba semua orang disitu serentak bilang.
“BUKAAAAAAAAN!!!”
“Terus
apa, dong?” Tanya gue.
Gue
clingak-clinguk cari sesuatu yang bisa disalahin. Setelah clingak-clinguk 2x8
hitungan kaya yang lagi pemanasan, gue akhirnya nyerah. Gue gak tau kenapa mereka ketawa. Sampai seorang gadis
yang memiliki tai lalat di gusinya menunjuk-nunjuk ke arah kepala gue. Gue
raba-raba kepala gue. Tapi biasa aja! Gue udah rapih banget, Seragam putih,
sepatu hitam dan berkerudung.
Ah,
akhirnya gue gak hirauin mereka. Gue pergi ninggalin lapangan. Gue berjalan
perlahan ninggalin orang-orang yang masih aja ngetawain gue. Sampai langkah ke tujuh,
gue akhirnya nyadar. Kenapa orang-orang ngetawain gue. Gue baru inget. Kalau gue itu……..COWO!!!
0 tanggapan:
Posting Komentar